07 March 2022

"Melalui Diskusi Publik Nasional, PUSKOHIS UIN RM. SAID Kaji dan Dukung SE Menteri No. 5 Tahun 2022"

*SINAR-*Pusat Studi Konstitusi dan Hukum Islam UIN Surakarta (PUSKOHIS)
menyelenggarakan Diskusi Publik Nasional dan berjudul “Sosialisasi SE
Menag No. 5 Tahun 2022 dan Kajian Fiqih Masjid Perspektif Fiqih
Perbandingan Madzhab”. Pada diskusi ini menghadirkan dua Pakar disiplin
ilmu berbeda dari dua keahlian berbeda yang pertama Advokat Tata Negara dan
yang kedua Ulama Ahli Fiqih Perbadingan Mazhab serta mengundang para ahli
hukum, advokat, ulama, tokoh masyarakat, akademisi, dosen, politisi,
mahasiswa, praktisi dan masyarakat umum dari seluruh Indonesia.

Dihadiri 453 peserta Diskusi Publik Nasional ini dipandu oleh Advokat dan
Pengacara Moch. Tommi, S.H. Diawali dengan pemaparan argumentasi Ilmiah
dari *Keynote Speaker* yaitu R. Ahmad Muhamad Mustain Nasoha, S.H., M.H,
MA. (Direktur PUSKOHIS UIN Surakarta dan Pengurus Bidang Dakwah dan
Pengkajian Masjid Dewan Masjid Indonesia Surakarta).

Adanya SE Menteri Agama No. 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan
Pengeras Suara di Masjid dan Musala ini menjadi batu loncatan berfikir
cerdas dari Menteri Agama Gus Yaqut Cholil Qoumas, bahwa dari Penggunaan
Pengeras Suara di Masjid dan Musala hendaknya diatur agar menghadirkan
kesejukan dan sajian maksimal didalam dakwah Islam, SE Menag ini mengatur
bukan melarang sebagaimana berita hoax yang beredar dibeberapa media
sosial, jelasnya.

Dosen Ilmu Hukum UIN R.M. Said Surakarta yang aktif dalam kajian dibidang
Hukum Tata Negara dan Fiqih Perbandingan Madzhab ini menambahkan bahwa
dengan keluarnya SE Menteri Agama ini menjadi bukti adanya kepekaan Menag
dalam setiap masalah keagamaan dari mulai hal terkecil sampai hal terbesar
dalam agama. Pada dasarnya pengaturan tentang suara di Masjid sudah ada
sejak zaman dahulu dan mengaturnya merupakan keharusan, misalnya seorang
ulama dari Hadramaut Yaman, Sayyid Abdurrahman Ba’alawi dalam Kitabnya
Bughyatul Mustarsyidin hal. 108 yang saya terjemahkan kurang lebih sebagai
berikut: *“(Pemberitahuan) sekelompok orang membaca Al-Quran dengan suara
keras di masjid. Sebagian orang mengambil manfaat dari pengajian mereka.
Tetapi sebagian orang lainnya terganggu. Jika maslahatnya lebih banyak dari
mafsadatnya, maka baca Al-Quran itu lebih utama (afdhal). Tetapi jika
sebaliknya yang terjadi, maka baca Al-Quran itu menjadi makruh. Selesai.
Fatwa An-Nawawi, “Zikir dan sejenisnya antara lain membaca Al-Quran dengan
suara keras di masjid tidak makruh kecuali jika menggangu konsentrasi orang
yang sedang solat atau menggangu orang yang sedang tidur. Tetapi jika
bacaan Al-Quran dengan suara keras itu mengganggu, maka saat itu bacaan
Al-Quran dengan lantang mesti dilarang. Sama halnya dengan orang yang duduk
setelah azan dan berzikir. Demikian halnya dengan setiap orang yang datang
untuk shalat ke masjid, lalu duduk bersamanya, kemudian mengganggu
konsentrasi orang yang sedang solat. Kalau di sana tidak memunculkan suara
yang mengganggu, maka zikir atau tadarus Al-Quran itu itu hukumnya mubah
bahkan dianjurkan untuk kepentingan seperti taklim jika tidak dikhawatirkan
riya,”*.

Lebih lanjut, “Syekh Abu Abdirrahman Abadi dalam Kitab Aunul Ma‘bud ala
Sunan Abi Dawud halaman 626 juga menganjurkan adanya pengaturan suara
ketika dzikir dan membaca Al-Qur’an di Masjid hal ini agar tidak mengganggu
orang lain yang sedang beribadah. Pengarang Tafsir Al Jami’ Li Ahkamil
Quran, Imam Al-Qurthubi (w. 671 H/1273 M) dalam tafsirnya mengatakan,
“Janganlah memaksakan diri mengeraskan suara dan ambillah suara sesuai
kebutuhan. Sebab, mengeraskan suara melebihi kebutuhan itu merupakan usaha
memaksakan diri yang menyakitkan (orang lain).”

Hal yang diatur didalam SE Menteri No, 5 Tahun 2022 lainnya adalah masalah
Tarkhim sebelum subuh, Tarkhim pada dasarnya dianjurkan dalam syariat
dengan catatan 1. Ada unsur mengingatkan untuk beribadah (التنبيه في
العبادة) seperti yang terjadi pada bulan Ramadhan. 2. Tidak berdampak
negatif secara syari’at, semisal mengganggu kenyamanan orang yang sedang
tidur, dan lain lain. 3. Digunakan sesuai dengan kebutuhan. Diatur sebaik
mungkin agar menghasilkan suara yang baik. Hal ini telah dibahas dan
ditulis oleh para ulama,” terangnya.

Adapun rujukan Kitab yang saya ambil misalnya Kitab Al-Fiqh Alal Madzahib
Al Arba’ah Juz 1 Hal. 326, Kitab Fatawi Al Imam An-Nawawi Hal 31, Kitab
Bughyatul Mustarsyidin Juz 1, Hal: 66, Kitab Al Fiqh Al Islami Wa
Adillatihi Juz 4, Hal: 394. SE Menteri Agama No. 5 Tahun 2022 tentang
Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala ini perlu didukung
dan disosialisasikan agar masyarakat lebih faham dan bisa menghadirkan
kesejukan lebih dalam Islam, Pungkasnya.

Sementara itu Suroso, S.H., M.Kn., dalam paparannya mengatakan penggunaan
pengeras suara di masjid dan musala saat ini merupakan kebutuhan bagi umat
Islam sebagai salah satu media syiar Islam di tengah masyarakat. Pada saat
yang bersamaan, kita hidup dalam masyarakat yang beragam, baik agama,
keyakinan, latar belakang, dan lainnya, sehingga diperlukan upaya untuk
merawat persaudaraan dan harmoni sosial. Untuk memastikan penggunaan
pengeras suara agar tidak menimbulkan potensi gangguan ketenteraman,
ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat, diperlukan pedoman
penggunaan pengeras suara di masjid dan musala bagi pengelola (*takmir*)
masjid dan musala.

*“*Sebenarnyasebelum keluarnya SE Menteri No 5 Tahun 2022 ini sudah pernah
ada juga
Instruksi Dirjen Bina Masyarakat Islam Kemenag Nomor KEP/D/101/1978.
Semuanya bertujuan baik yaitu untuk kenyamanan bersama” Pungkas Pakar Hukum
Tata Negara ini.

Syaikh Viror Ghufron AsSaifi, Ulama muda dari Universitas Imam Syafii
menjelaskan secara detail tentang adzan dan masjid ditinjau dari Fiqih
Perbadingan Mazhab, Secara ringkasnya Ia menjelaskan bahwa adzan secara
bahasa yaitu memberitahukan sedangkan secara istilah adzan yaitu dzikir
yang dikhususkan untuk salat lima waktu. Adzan hukumnya yaitu ada yang
mengatakan sunnah dan ada juga yang mengatakan fardhu kifayah, tapi ada
juga yang mengatakan fardhu kifayah untuk shalat Jum'at dan Sunah untuk
selain shalat Jum'at. Manfaat yang didapat ketika adzan antara lain untuk
memberitahu masuknya shalat lima waktu, untuk mengajak shalat berjamaah di
tempat shalat yang satu, untuk menampakan syiar agama Islam.

Terkait SE Meneteri Agama, menurutnya, “Disunahkan untuk mengangkat suara
adzan, dzikir dan bacaan Al-Qur’an agar syiar itu tampak didaerah tersebut.
Kemudian terkait Surat edaran Menag No. 5 Tahun 2022 tersebut modelnya
mengatur, artinya suatu kebijakan yang dibuat untuk melaraskan demi
kemaslahatan dan tidak menyalahi aturan terutama aturan syariat Islam.”
Pungkasnya.

Diskusi Publik Nasional ini mendapatkan dukungan penuh dari Pimpinan UIN RM
Said serta Dewan Penasehat PUSKOHIS. “SE Menteri Agama ini punya tujuan
visioner mengatur pengeras suara masjid dan musala untuk tujuan jangka
panjang, yakni harmoni umat beragama yang berkelanjutan. Jika SE ini
berhasil dalam penerapann, maka akan menciptakan struktur dalam masyarakat
bangsa yang damai dan umat islam menjadi garda depannya.” tutur Rektor UIN
Raden Mas Said Surakarta Prof. Dr. H. Mudofir. *(Gus/Humas)*