Banyak banget kan pasti yang berasumsi begitu? Kita yang tadinya merasa baik-baik saja dengan jurusan ini, tiba-tiba jadi merasa tersinggung untuk kesekian kalinya. Memang tidak bisa dipungkiri mayoritas orang akan langsung menilai jurusan Bahasa Indonesia tidak ada kerennya. Tidak keren sama sekali bahkan. Buruknya, selain tidak keren juga tidak penting, karena sejak kecil bahasa Indonesia sudah pasti dipelajari, kenapa pula gedenya belajar lagi. Buang-buang waktu. Biarpun demikian, yang ngomong seperti itu kadang-kadang untuk sekadar menulis saja masih blur tata bahasanya. Ya, nggak? Bercanda! Bercanda, kok!
Kita sama-sama gak asing dengan kalimat don’t judge book by cover, artinya, jangan menilai buku dari sampul, jurusan kuliah juga begitu. Di perkuliahan, tidak ada program studi yang ditegakkan tanpa tujuan, jadi semuanya penting. Kalau misalnya kita menganggap jurusan satu dan lainnya tidak penting, jawabannya sesederhana karena kita tidak tertarik. Dapat diartikan mereka tidak melihat seru yang sama seperti yang kita lihat ketika masuk jurusan ini. Loh, emang ada serunya? Ada, dong!
Sebelumnya, kalau di UIN Raden Mas Said, kita menyebutnya dengan istilah TBI alias Tadris Bahasa Indonesia. Di TBI, belajar bahasa Indonesia itu mulai dari akar bahasa, bagaimana tercipta kata, frasa, kalimat, wacana, dan hal-hal dasar lain. Sejarah ejaan pertama hingga ke EYD V juga kita kaji. Tak lupa kita juga berkenalan dengan nama penyair dan penulis angkatan lama sampai penyair dan penulis baru. Tidak cukup hanya nama, kita juga analisis karya-karya mereka dengan teori yang kita dapatkan, seperti Sosiolinguistik, Psikolinguistik, Apresiasi Puisi, Sosiologi Sastra, Gastronomi Sastra, Strukturalisme, dan masih banyak lagi. Lebih jauhnya, kita juga bisa mendemonstrasikan karya mereka dengan seni pertunjukan drama, karena ketika semester lima kita dibekali mata kuliah Penyutradaraan. Sedalam itu, Bestie!
Sebanyak itu pun belum semuanya, Cuy! Nantinya ketika kita meraih gelar sarjana dari TBI, tentu kita memiliki bekal ilmu kependidikan. Kampus juga banyak bermitra dengan sekolah-sekolah di daerah sekitar, jadinya kalau kita melaksanakan Pengenalan Lapangan Persekolahan (PLP) tidak susah dan nyaman belajarnya. Apalagi sebagai calon guru diberi kesempatan mengajar dan bertemu dengan warga sekolah terkait, wah! Kebayang banget aura guru kita. Jadi gimana gak sambil nyelam minum air tuh, sudah keguru-guruan, kesastra-sastraan pula. Ya, walaupun kelihatannya masih dijustifikasi remeh, yang penting kan kenyataannya asyik. Kalau masih tidak percaya, sedikit saran nih, mungkin harus dicoba deh masuk jurusan ini. Gak ada yang salah untuk dicoba dong!
Umumnya mahasiswa TBI itu punya keunikan masing-masing. Mereka ada yang memang suka mendalami nulisnya, atau kemampuan ngomong di depan publik maupun tertarik bidang sulih suara, atau lebih suka mengikuti dan membuat berita-berita terbaru, dan ada juga yang memang benar-benar suka mengajar. Ketertarikan tersebut yang nantinya mengarahkan mereka pada konsentrasi peminatan satu dari empat pilihan: penyuntingan, penyiaran, jurnalistik, atau pengajaran BIPA. Prospek kerja lebih menjangkau luas karena kita punya tambahan kemampuan dari sana.
Omong-omong dari tadi kita cerita internal material TBI mulu deh, hampir lupa eksternal materialnya tidak kalah menyenangkan. Warga TBI itu kreatif-kreatif dan memiliki semangat yang tinggi. sekelas dosen senior aja masih sering keliling kota atau dunia untuk melakukan penelitian. Jadi kadang sebagai mahasiswa kita agak minder sedikit dengan energi dan dedikasi Beliau-Beliau itu. Namun, itu positif bukan? Kita jadi terdorong ikut berkarya. Teman-teman sekeliling kita juga tidak kalah ambisiusnya, kadang ada dari mereka yang gila nulis sampai ikut ratusan kompetisi, baik itu puisi, cerpen, karya tulis ilmiah, dan lain-lain. Ya, kesimpulannya kita harus berbahagia aja sih jadi penduduk TBI. Orang lain mana tahu segimana euforianya kalau belum bergabung sama kita, ya, kan?