09 February 2022

"1st International Conference on Islamic History and Civilization, Rektor Tegaskan Toleransi Sebagai Jatidiri Bangsa"

*SINAR*-Isu toleransi di tengah keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia
senantiasa menarik untuk dibahas, tak terkecuali dalam dunia akademis.
Toleransi bagi bangsa Indonesia bukan merupakan nilai baru, melainkan telah
mendarah daging sejak lahirnya bangsa ini. Hal inilah yang mencoba dikaji
lebih jauh dalam konferensi internasional bertajuk "1st International
Conference and Call for Paper on Islamic History and Civilization".
Mengambil tema "Exploring Roots of Plurality and Tolerance in Indonesia"
konferensi ini membahas sejarah pluralisme dan toleransi di Indonesia.

Hadir sebagai Keynote Speaker, Prof. Dr. H. Mudofir, membuka konferensi
tersebut dengan menekankan toleransi dan pluralisme sebagai nilai yang
diakui dan dijalankan sejak lama oleh para founding fathers. Hal tersebut
terwujud dalam Pancasila, UUD 1945, dan Semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Toleransi bukan berarti meleburkan semua perbedaan menjadi satu, namun
saling menghormati adanya perbedaan dan hidup berdampingan secara rukun dan
damai. "Hal ini telah diajarkan para pendahulu kita dengan tindakan nyata,
dan akan terus hidup sepanjang berdirinya bangsa ini," ungkap Rektor Raden
Mas Said Surakarta.

Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi informasi, beliau melihat
adanya peluang dan tantangan bagi para generasi muda untuk melestarikan
nilai-nilai toleransi dan pluralisme. "Aksi-aksi para generasi muda untuk
menerima pluralisme sebagai identitas bangsa ini dan hidup dengan
nilai-nilai toleransi tentunya akan menjadi inspirasi bagi masa sekarang
dan masa depan," tandasnya.

Konferensi yang diinisiasi oleh Program Studi Sejarah Peradaban Islam ini
menghadirkan sejumlah pembicara dari dalam dan luar negeri diantaranya
Dr.Mirjam Lucking (Hebrew University Yerusalem), Dr. Mustafa Hussain (Cairo
University Mesir), Adrian Perkasa, M.A (Leiden University Belanda), dan
Rizky D. Khoiriyah (Alumni SPI penulis buku NKRI Harga Mati).
*(Atn-Gus/Humas Publikasi)*