30 March 2022

"Workshop Rukyat dan Hisab: Penentuan Awal Bulan Hijriah dan Segala Problematikanya"

SINAR- Rabu, (30/3/2022) Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta
melalui Laboratorium Lembaga Hisab dan Rukyat Al-Hilal mengadakan Workshop
Rukyat dan Hisab di Aula Fakultas Syariah Lt.1. Wokshop ini menghadirkan
Muh. Choirun Nizar, S.H.I., M.Hum., M.H.I (Dosen Unnisula Semarang) dan
Ahmad Syifaul Anam,, S.H., M.H. (Ketua Lajnah Falakiyah PWNU Jawa Tengah)
serta di moderator oleh Yassirly Amrona Rosyada, S.Sy., M.P.I (Dosen IAIN
Salatiga). 50 Peserta hadir dengan protokol kesehatan serta panitia
memfasilitasi secara daring melalui zoom meeting.

-
-
-
-
-

Dr. Fairuz Sabiq, M.Si. sebagai ketua panitia kegiatan sekaligus ketua
Laboratorium Lembaga Hisab dan Rukyat Al-Hilal mengatakan bahwa acara ini
terselenggara untuk merespon perubahan ketentuan mengenai awal bulan
hijriyah. Selama ini, kriteria hilal awal Hijriyah adalah ketinggian 2˚
derajat, sekarang ketentuan tersebut diubah menjadi 3˚ derajat. Fairuz
Sabiq juga berharap para mahasiswa untuk update informasi terkait astronomi
Islam, serta bisa bertanya banyak hal kepada para narasumber yang sudah
hadir di acara pagi ini.

Sementara itu, Dekan Fakultas Syariah Dr. Ismail Yahya, M.A. berhararap
kepada mahasiswa untuk menuliskan hasil workhop pada hari ini dan menjadi
jembatan keilmuan kepada masyarakat atas perubahan kriteria awal bulan ini.
Ismail Yahya juga berharap dukungan kepada semua pihak terkait pembanguan
Laboratorium Falak di lantai atas Fakultas Syariah. Dekan kemudian secara
resmi membuka workshop hisab dan rukyat.

Narasumber pertama, Muh. Choirun Nizar, S.H.I., M.Hum., M.H.I mengawali
paparannya dengan menjelaskan kriteria-kriteria dalam penentuan awal bulan
hijriah di Indonesia. Kriteria tersebut diantaranya Ijtimak Qobla
Al-Ghurub, Wujudul Hilal, Rukyat Bil Fi’li dan Imkan Rukyat. Nizar juga
menerangkan secara detail mengenai upaya-upaya pemerintah dalam menentukan
awal bulan hijriyah di Indonesia. “Awal puasa tahun ini kemungkinan terjadi
perbedaan, sedangkan untuk 1 Syawal kemungkinan tidak ada perbedaan,”
pungkas Nizar. Nizar berharap, perbedaan-perbedaan tersebut bisa disikapi
dengan arif dan bijaksana.

Sementara Ahmad Syifaul Anam, S.H., M.H. secara rinci menjelaskan mengenai
imkan rukyat. “Imkanurrukyat adalah hisab yang memperhitungkan hilal dalam
kedudukan dapat terlihat, yaitu suatu fenomena posisi hilal sedemikian rupa
yang menurut pengalaman di lapangan hilal dapat dilihat dengan mata
telanjang. Dalam astronomi dikenal dengan Visibilitas Hilal,” ujarnya.

Ada beberapa pendapat mengenai seberapa mungkin hilal terlihat. Dalam
Kalender Islam Internasional (KIG) di Turki bahwa batas imkan rukyat adalah
tinggi hilal minimal 5˚ derajat di atas ufuk dan jarak azimuth Bulan
Matahari sebesar 8˚derajat. Sementara MABIMS (Malaysia, Bunei Darussalam,
Indonesia, dan Singapura) menggunakan irnkan rukyat 2 derajat, umur hilal 8
jam, dan atu jarak azimuth Bulan Matahari 3˚ derajat. Dan yang terbaru,
NEO-MABIMS (Malaysia, Bunei Darussalam, Indonesia, dan Singapura)
menggunakan irnkan rukyat 3˚ derajat, dan elongasi 6,4˚ derajat .

Disela-sela acara, Syifaul Anam turut mengajak para peserta praktik rukyat
dan permainan ketajaman mata. Praktik dilakukan dengan melihat hilal
melalui layar monitor. Hal ini dilakukan sebagai tes ketajaman mata yang
bermanfaat untuk rukyat hilal*. **(Nughy/Humas Publikasi)*

Sumber: Faizun/Fattah/sinpuh