05 May 2023

Mahasiswa, Beasiswa, dan Gaya Hedonisme

Oleh: Mujahidah Elsa Hidayati (Mahasiswi Prodi Pendidikan Agama Islam UIN Raden Mas Said Surakarta)


Mahasiswa gencar mencari informasi tentang beasiswa sudah bukan hal yang asing lagi.

Berangkat dari keinginan untuk meringankan beban biaya kuliah bagi orang tua karena ekonomi yang kurang mendukung menjadi tekad dalam memperjuangkan kesempatan ini.

Beasiswa sendiri merupakan program dari pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan sumber daya manusia Indonesia untuk mendukung percepatan pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Diaz Wardoyo, 2023).

Bidikmisi dan KIP kuliah adalah cakupan dari beasiswa yang diberikan oleh pemerintah untuk Beasiswa Hunter, sebutan untuk para pejuang beasiswa. Namun pada tahun 2020, program Bidikmisi mulai diberhentikan yang kemudian beasiswa diberikan pada pemilik Kartu Indonesia Pintar (KIP) kuliah.

Beragam instansi turut membuka beasiswa untuk mahasiswa berprestasi seperti Bank Indonesia, Bank BCA, hingga perusahaan rokok yaitu Djarum dan Sampoerna.

Secara mudahnya, beasiswa sering disebut dengan bantuan bagi masyarakat kurang mampu dalam hal ekonomi, namun memiliki potensi akademik yang bagus. Namun apakah dirasa beasiswa ini sudah tepat sasaran? Sudahkah beasiswa tersalurkan kepada mahasiswa yang masuk dalam golongan kurang mampu?. Dari pemerintah maupun non-pemerintah dalam akses beasiswa dianggap masih kurang terbuka dan sering kali tidak tepat sasaran.

Menelaah syarat untuk memiliki KIP kuliah yang perlu kita garis bawahi adalah memiliki potensi akademik baik namun memiliki keterbatasan ekonomi yang didukung bukti dokumen yang sah (Kemendikbud, 2022). Dari pernyataan ini dapat kita simpulkan bahwa setiap penerima beasiswa KIP kuliah adalah dari golongan yang terbatas dalam hal ekonomi. Namun tak jarang kita menemui penerima beasiswa yang dengan mudahnya mememperlihatkan kehidupan yang terkesan mewah. Nongkrong di tempat elite kemudian memesan makanan dan minuman dengan harga yang tak murah. Saat uang beasiswa turun dengan secepat kilat membeli gawai terbaru yang cangih kemudian memamerkannya di media sosial. Sempat menjadi sorotan tentang penerima beasiswa dengan gaya hedonnya adalah mereka dapat menonton konser artis dengan harga yang bisa jadi cukup untuk membayar biaya kuliah. Beberapa orang berpendapat bahwa menonton konser atau tidak itu adalah hak setiap orang, termasuk untuk mahasiswa yang menerima beasiswa. Dengan dalih mereka menabung dengan susah payah untuk dapat melihat konser artis yang mereka suka. Jika dilihat, lebih mementingkan menabung untuk menonton konser artis kesayangan daripada menabung untuk memenuhi kebutuhan adalah pilihan yang kurang tepat. Dalam ukuran skala prioritas hal ini merupakan kebutuhan tersier yang mana kebutuhan ini adalah pemenuhan barang mewah untuk kesenangan pribadi. Apabila tak dipenuhi tak akan berdampak apa-apa. Sedangkan pendidikan merupakan kebutuhan primer yang mana pendidikan berperan penting dalam membentuk baik dan buruknya seseorang dalam ukuran normatif.

Bergaya hedon atau hedonisme adalah julukan yang tersemat bagi setiap orang yang boros dan impulsif. Menilik kata hedonisme menurut KBBI adalah pandangan yang beranggapan bahwa kesenangan dan kenikmatan materi merupakan tujuan utama hidup (Aprilia Kumala, 2019). Dari arti hedonisme ini dapat diartikan bahwa kesenangan dan kenikmatan materi yang sementara adalah yang menjadi tujuan utama bagi mahasiswa penerima beasiswa. Pada perkembangan istilah hedonisme oleh Epicurus pelakunya lebih condong pada kebahagiaan yang tak terganggu oleh rasa sakit baik secara mental atau fisiknya (Adien Tsaqif, 2020). Mungkin bagi mereka kebahagiaan melalui barang mewah dan segala hiburannya yang mereka pamerkan pada media sosial adalah sebagian dari euphoria dari keadaan mereka yang belum pernah mereka rasakan atau jarang-jarang mereka rasakan dari kehidupan sebelumnya yang serba kekurangan. yang alih-alih memamerkan gawai baru, mereka harusnya memamerkan buku baru agar terlihat memanfaatkan bantuan dengan baik.

Tak semua mahasiswa yang menerima beasiswa melakukan perilaku seperti ini. Masih banyak mahasiswa yang jujur dan menggunakan bantuan dari pemerintah ini dengan baik. Pelaku hedonisme ini tak serta merta terjadi dari diri sendiri, faktor lingkungan juga berpengaruh, dengan siapa mereka bergaul dan bagaimana mereka memisahkan hal yang baik dan buruk, yang harus dilakukan dan tidak dilakukan, dan yang bermanfaat atau tidak bermanfaat. 

Solusi untuk kasus ini diperlukan peran pemerintah untuk kembali menegaskan kebijakan pada penerima beasiswa, mengikis celah terjadi jalur orang dalam pada saat pendaftaran maupun seleksi.

Kurangnya transparansi dalam subjek penerima beasiswa, seperti siapa yang lebih miskin dan siapa yang lebih membutuhkan. Kembali memegang tekad yang sama seperti tujuan pemberian beasiswa agar berjalan seiras dan segera tercapai apa yang ditargetkan melalui program beasiswa.

Untuk mahasiswa penerima beasiswa diharapkan menggunakan fasilitas dari pemerintah dengan sebaik-baiknya. Merasakan euphoria karena pengalaman pertama mungkin diwajarkan, namun dengan kesadaran diri sendiri apabila sudah mengetahui bahwa itu adalah perbuatan yang salah segera perbaiki agar kepercayaan orang lain tak hilang darimu.


Daftar Pustaka
Kemendikbud. (2021). Beasiswa Dan Bantuan Biaya Pendidikan Bagi Mahasiswa. Diakses pada 31 Maret 2023, dari https://lldikti6.kemdikbud.go.id/beasiswa-dan-bantuan-biaya-bendidikan-bagi-mahasiswa/
Kumala, A. (2019). Makna Hedonis dan Hedonisme. Diakses pada 31 Maret 2023, dari https://mojok.co/komen/versus/makna-hedonis-dan-hedonisme/
Wardhana, A.T. (2020). Mengapa Kebanyakan Penerima Beasiswa Kurang Mampu Bergaya Hidup Hedonis. Diakses pada 31 Maret 2023, dari https://mojok.co/terminal/mengapa-kebanyakan-penerima-beasiswa-kurang-mampu-bergaya-hidup-hedonis/
Wardoyo, D. (2023). Reformasi Sistem Diperlukan Untuk Optimalkan Target Beasiswa. Diakses pada 31 Maret 2023, dari https://m.mediaindonesia.com/humaniora/567166/reformasi-sistem-diperlukan-untuk-optimalkan-target-beasiswa

Mahasiswa, Beasiswa, dan Gaya Hedonisme