23 December 2022

Batik di Era Milenial

Oleh: Fadhila Ayumi Nur Azizah (Mahasiswi Pendidikan Bahasa Arab)

Indonesia memiliki keanekaragaman budaya yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke dan menyatu dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika yang memiliki arti meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Pengertian dari keragaman budaya adalah suatu wilayah atau negara yang memiliki budaya lebih dari satu yang disebabkan oleh adanya perbedaan suku atau ras. Keanekaragaman budaya di Indonesia antara lain rumah adat, upacara adat, pakaian adat, tarian adat, alat musik, lagu tradisional, senjata tradisional, seni kriya tradisional atau kerajinan tangan, dan masih banyak lagi. Semua itu merupakan warisan negara dari nenek moyang kita yang tak ternilai harganya dan perlu dijaga kelestariannya (Handayani, 2016).

Salah satunya keragaman budaya di Indonesia adalah seni kriya tradisional atau kerajinan tangan. Seni kriya berasal dari kata seni dan kriya, seni adalah keahlian membuat karya baru yang bermutu yang mempunyai nilai keindahan atau estetika serta berguna bagi kehidupan, sedangkan kriya adalah kegunaan. Hasil karya kriya dirancang sebagai benda yang memiliki fungsi dan terdapat unsur keindahan di dalamnya tetapi fungsi benda tersebut yang paling utama. Jadi seni kriya adalah karya seni yang dibuat menggunakan ketrampilan tangan tanpa mengurangi segi fungsional dan nilai estetika atau keindahannya (Kusmadi, 2013).  

Yang termasuk dalam seni kriya tradisional atau kerajinan tangan di Indonesia adalah seni kriya kayu, seni kriya tekstil, seni kriya keramik, seni kriya batu, seni kriya kulit dan seni kriya logam. Seni kriya kayu terbuat dari bahan dasar kayu antara lain patung, wayang golek, topeng, furniture, hiasan dan ukir-ukiran. Seni kriya tekstil antara lain karya batik dan karya tenun, sedangkan seni kriya keramik adalah yang bahan dasarnya dari tanah liat yang dibakar. Seni kriya batu adalah seni kriya yang bahan dasarnya dari batu, untuk seni kriya kulit terbuat dari bahan dasar kulit di antaranya ikat pinggang, dompet, tas, sepatu, dan alat musik rebana. Seni kriya logam bahan dasarnya dari logam dengan menggunakan 
tehnik cetak lilin dan tehnik bivalve (Kusmadi, 2013).

Salah satu seni kriya tekstil adalah karya batik. Batik berasal dari bahasa Jawa yaitu amba yang berarti tulis dan nitik yang berarti titik, maksudnya adalah menulis dengan lilin. Membatik di atas kain menggunakan canting yang ujungnya kecil memberi kesan seperti orang yang sedang menulis titik-titik. Batik merupakan  keragaman budaya yang memiliki nilai keindahan tinggi karena proses pembuatannya dilakukan secara tradisional serta turun temurun sejak zaman nenek moyang  sampai sekarang, sekaligus menjadi penggerak dan pemacu peningkatan roda perekonomian rakyat Indonesia. Batik merupakan salah satu karya seni yang paling dikenal baik di dalam maupun di luar negeri karena memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain, memiliki peminat yang banyak di seluruh pelosok nusantara sehingga batik ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya tak benda atau disebut Indonesian Cultural Heritage oleh UNESCO (United Nations Educational Scientific and Cultural Organization) pada tanggal 2 Oktober 2009. Sejak saat itu setiap tanggal 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasional (Sanjaya & Yuwanto, 2019).

Mayoritas produsen batik di Indonesia adalah batik yang berasal dari Pulau Jawa karena pulau ini memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Batik mencapai puncak keemasannya di Jawa pada masa kerajaan Mataram I sampai masa kerajaan Mataram II yang sekarang dipecah menjadi Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Batik bukan hanya sebuah kain yang fungsinya sebagai pakaian tetapi di setiap motif batik yang digambarkan pada lembaran kain memiliki makna dan filosofinya sendiri-sendiri. Batik Jawa dengan ragam hias dan motifnya memiliki fungsi masing-masing mulai dari untuk menggendong bayi, untuk alas, untuk selimut, khusus dipakai raja, khusus dipakai pengantin sampai kain penutup jenazah. Maka dari itu, pemakaian batik tidak bisa secara sembarangan karena disesuaikan dengan filosofi motif batik yang terkandung di dalamnya. Fungsi lain dari batik adalah sebagai penyalur pesan dan nilai yang diangkat dari motifnya (Kustiyah & Iskandar, 2017).

Seiring dengan ramainya perdagangan antar negara, batik tidak hanya ada pada budaya lokal atau budaya jawa saja, tetapi sudah bercampur dengan budaya luar. Dahulu batik terbatas hanya diproduksi di dalam keraton saja dan hasilnyapun untuk dipakai raja, keluarga raja dan para abdi dalem. Tetapi zaman sekarang semua kalangan masyarakat, baik pria, wanita, tua, muda serta masyarakat dengan tingkat perekonomian menengah ke atas maupun menengah ke bawah dapat memakai batik sesuai selera masing-masing dengan berbagai motif baik di dalam maupun luar negeri baik acara formal maupun non formal (Handayani, 2016).

Batik sudah banyak mengalami perubahan dan mengikuti perkembangan, yang dulu hanya mengeluarkan warna klasik seperti warna dasar coklat dan hitam, sekarang sudah banyak pilihan warna dan motif menyesuaikan selera konsumen. Remaja menganggap kain batik adalah kain klasik dengan proses rumit yang kurang menarik baik dari segi warna, corak maupun modelnya. Remaja hanya menggunakan batik ketika pergi sekolah, itu pun hanya pada hari- hari tertentu karena mereka belum menyadari pentingnya melestarikan batik, belum merasa memiliki kebudayaan batik, dan lebih senang mencontoh budaya berpakaian orang barat (Putri, 2015).

Batik akan berada pada puncak popularitasnya ketika mendapat tempat di hati para remaja. Remaja atau generasi milenial yang identik dengan sesuatu yang berbau modern sejatinya remaja lebih senang berbusana mengikuti budaya orang Eropa atau Amerika. Meskipun demikian, dengan adanya modernisasi, karya seni batik sudah mulai membumi dengan generasi milenial. Perkembangan industri batik tidak hanya dari sisi produksi saja yang menggunakan alat dengan berbagai metode seperti tulis, cap, dan print tetapi juga motif batik saat ini tidak terkesan kaku dan formal. Motif yang terbentuk sudah mulai disilangkan dengan motif modern yang berkesan kekinian. Sekarang generasi muda sudah banyak yang memakai pakaian batik, salah satunya saat kuliah. Saat kuliah kerapian itu di nomor satukan, hal tersebut menjadi penyebab mengapa baju batik banyak disukai oleh kalangan mahasiswa untuk menjaga kesan kerapiannya. Selain itu, kegiatan orientasi mahasiswa baru juga sudah mewajibkan untuk mengenakan baju batik agar terciptanya mahasiswa yang rapi serta untuk mencintai warisan keragaman budaya di Indonesia. Selain pada acara formal seperti kuliah, generasi milenial juga banyak yang memakai batik dalam acara non formal seperti bepergian, bermain sama teman dan dalam kegiatan sehari-hari di rumah. Sangat penting bagi generasi milenial untuk memahami potensi batik di masa depan karena generasi milenial saat ini merupakan generasi penerus yang memiliki potensi sangat besar untuk melestarikan keragaman budaya di Indonesia salah satunya karya batik (Elmiani, 2020).

Daftar Pustaka

Elmiani, H. I. (2020). Motivasi Milenial Pada Penggunaan Outfit Batik. 2–3.

Handayani, R. A. (2016). Pengaruh Minat Remaja Dalam Pemakaian Batik Terhadap Pelestarian Batik Kudus. 1, 1–57.

Kusmadi. (2010). Seni Kriya dalam Kehidupan Manusia. In Ornamen (Vol. 7, Issue 1, pp. 63–71). https://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/ornamen/article/view/939

Kustiyah, E., & Iskandar. (2017). Batik Sebagai Identitas Kultural Bangsa Indonesia Di Era Globalisasi. Gema, 30(52), 2456–2472.

Putri, N. (2010). Eksistensi batik di kalangan remaja.

Sanjaya, F., & Yuwanto, L. (2019). Budaya Berbusana Batik pada Generasi Muda. Mediapsi, 5(2), 88–96. https://doi.org/10.21776/ub.mps.2019.005.02.3

Batik di Era Milenial